Menyediakan Tempat Jatuh yang Sama Enaknya

Oleh Miko Kamal
Saya disalah-salahkan, oleh sebagian alumni UBH. Dibilangnya saya tidak konsisten. Terkait sikap saya terhadap ‘mubes’ IKB Alumni UBH. Ketika ‘mubes’ digelar, saya sebut itu ilegal. Sekarang, tiba-tiba saya berubah pikiran: ‘mubes’ sah. Begitu cerita yang beredar.
Tidak. Saya tidak pernah menyatakan ‘mubes’ legal. ‘Mubes’ tetap ilegal. Alasannya banyak. ‘Mubes’ tidak diselenggarakan pada waktunya. Menurut ‘anggaran dasar’, komisariat fakultas bukan peserta ‘mubes’, tapi diundang. Jabatan ketua umum hanya seperiode, tapi ketua umum yang lama terlebih dahulu diloloskan untuk berkompetisi di jabatan kedua. Itu beberapa diantaranya. Yang lainnya masih ada.
Karena ilegal, saya tidak mencogok di arena ‘mubes’. Sebab, saya tidak mau terseret jauh ke dalam perbuatan sia-sia. Sia-sia? Iya. Terbukti, ‘mubes’ berakhir secara tidak baik. Kejadian sangat ganjil sedunia terjadi: panitia (SC dan OC), termasuk 2 orang pimpinan sidang, lari siang, meninggalkan peserta yang sedang ‘bermubes’. Yang biasa terjadi, peserta sidang walk out karena protesnya tidak diterima.
Meski begitu, sisa pimpinan sidang tetap mengetokkan palu mereka. Iman Satria ditetapkan sebagai ketua umum terpilih. Selesai? Belum. Iman kekurangan legitimasi. Beberapa kelompok alumni tidak mengakuinya. Atau, paling tidak, belum mengakui.
Jadi, jika disederhanakan, kondisi faktual hari ini: ‘mubes’ ilegal, pada awalnya sebagian besar pemegang hak suara (DPD dan DPC) hadir, panitia mengundurkan diri dan Iman Satria terpilih dengan legitimasi seadanya.
Sekarang, organisasi sekitar 40.000 alumni itu sedang terapung-apung di air yang tidak terlalu deras arusnya: pengurus lama sudah demisioner, yang baru belum dikukuhkan.
Saya merasa bertanggung jawab. Jalan keluar harus dicarikan. ‘Anggaran dasar’ tidak punya stock jalan keluar. Apalagi anggaran rumah tangga. Darurat, kalau begitu? Iya, keadaan sedang darurat.
Apapun boleh dilakukan, dalam masa darurat. Yang tidak boleh dimakan di masa normal, di masa darurat dibolehkan. Umat Islam dilarang makan babi. Larangan itu boleh dilanggar di masa darurat. Yang penting bisa survive. Begitu benarlah gambarannya.
Usulan saya di forum ‘Ruang Ngobrol’ Rabu 6/10/2021 malam lalu, saya sampaikan dalam konteks darurat. Pandong Spenra merangkum usulan itu. Saya baca di beberapa group WA alumni. Intinya: Iman Satria yang sudah dipilih di ajang ‘mubes’ diberikan mandat utama membereskan organisasi (terutama anggaran dasar, anggaran rumah tangga yang sesuai dengan kebutuhan internal dan eksternal dan mendaftarkannya ke kementerian terkait). Mandat lainnya juga, serupa menggerakkan roda organisasi seumumnya. Waktunya 6 bulan dari sekarang. Jatuhnya bulan April 2022. Mubes digelar bulan April itu. Agendanya, mengesahkan semua dokumen organisasi dan menetapkan Iman Satria sebagai Ketua Umum.
Rasanya, usulan saya itu bagus buat Iman dan alumni yang mendukungnya: saatnya nanti, Iman akan menjadi Ketum yang berlegitimasi kuat. Bagus juga buat alumni yang berpendapat bahwa ‘mubes’ kemarin dan semua hasilnya kurang punya legitimasi. Buat alumni yang melayangkan somasi juga bagus: somasi mereka diperhatikan sesuai norma-norma umum organisasi.
Usulan ini boleh disetujui boleh tidak. Jika setuju, tinggal dilakukan pendekatan kepada seluruh DPD dan DPC yang ada. Ada lagi aktor penting yang perlu didekati: mantan Ketum Ike Agung dan calon Ketum Jhon Rizal yang punya pendukung mereka masing-masing.
Jika tidak setuju, alumni yang lain disilakan memajukan usul lain. Prinsipnya, menurut saya, dalam masa darurat ini, tempat jatuh yang sama enaknya harus disediakan buat segenap komponen alumni yang sama-sama penting buat institusi dan alumni.
Padang, 10 Oktober 2021.