JPU : Gelar Imam Besar HRS Hanya Isapan Jempol Belaka

foto : detik.com

www.riaupdate.com

JAKARTA, 17/07/2021. Setelah dituntut Pidana Penjara 2 Tahun untuk kasus Petamburan dan 10 Bulan dikasus lainnya, dalam pembacaan nota keberatan atau pledoi, beberapa Saksi Ahli HRS justru ditolak dalam sidang yang digelar 19 Mei 2021 seperti Rafly Harun, Tonang Dwi Aryanto dari Universitas Sebelas Maret lalu Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga menolak keterangan ahli hukum kesehatan Muhammad Luthfi Hakim. Terakhir JPU juga menolak keterangan Ahli Linguistik dari Universitas Indonesia Frans Asisi Datang. Padahal menurut Pasal 1 angka 28 KUHAP keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. Sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP mengenai keterangan ahli merupakan alat bukti yang sah dalam pengadilan pidana. Lebih lanjut Pasal 186 KUHAP yang mengatakan bahwa keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan, Saksi-saksi tersebut malah ditolak dengan dalih tidak berkompeten.

Dalam pleidoinya HRS menerangkan keyakinannya bahwa ini adalah kasus politik yang dibungkus dan dikemas dengan kasus hukum sehingga hukum hanya menjadi alat legalisasi dan justifikasi untuk memenuhi dendam politik oligarki terhadap dirinya dan kawan-kawan. Dalam kesempatan tersebut HRS juga menguraikan kronologis dendam politik Oligarki tersebut dimulai semenjak bergulirnya kasus Penistaan Agama oleh Ahok yang kemudian berujung pada kekalahan Pilkada DKI Jakarta, yang oleh sebab itu berbagai rekayasa kasus muncul dan ditujukan padanya seperti pelemparan bom molotov ke beberapa posko FPI dan penembakkan kamar pribadinya di Pesantren Markaz Syariah Megamendung Bogor, serta peledakan bom mobil di acara tablig akbar, yang kesemuanya sampai saat ini tak satu pun diproses hukum dan diungkap kasusnya oleh para aparat penegak hukum.

Membalas hal tersebut saat membacakan replik JPU menyatakan bahwa HRS hanya Mencari Panggung yang kemudian menuding bahwa kalimat-kalimat HRS yang emosional pada saat pembacaan pledoi dinilai tidak etis dan tidak pantas diucapkan oleh tokoh agama yang didengarnya bergelar Imam Besar. Tepat di sinilah Jaksa Penuntut Umum (JPU) ini menilai dan menyatakan bahwa Gelar Imam Besar HRS hanya isapan jempol belaka. Terkait hal tersebut HRS menasehati JPU dan semua musuh yang membenci saya untuk berhati-hati dengan kalimat yang dilontarkan, disisi lain Pengacara HRS, Aziz Yanuar mengatakan bahwa status Imam Besar itu diberikan oleh jutaan rakyat Indonesia yang mengikuti aksi 212.

JPU menyebut bahwa pledoi HRS hanya berisi uneg-uneg atau curhatan, menampik hal tersebut menurut HRS itu hanyalah alasan untuk menutupi ketidakmampuan JPU dalam menjawab pleidoi. Setelah sebelumnya, kubu HRS pernah membahas mengenai kerumunan Jokowi di Maumere, NTT yang dituding melanggar protokol kesehatan. Selain itu terdapat kerumunan lain di pernikahan artis Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah yang didatangi Jokowi dan Prabowo, namun tidak tersentuh Hukum *(thd)

Sumber : Klik kata / kalimat yang berwarna biru.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

ArabicEnglishIndonesian