DEWAN PERS Pertanyakan Telegram Kapolri Melarang MEDIA Menampilkan Arogansi Kepolisian

Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers, Arif Zulkifli (detikcom)

RIAUPDATE.COM–Jelas sekali dan terang, bahwa Kepolisian merasa terganggu dengan pemberitaan media yang transparan. Ini bukan mengartikan secara apa perkata atau perkalimat. Bunyi surat telegram Kapolri yang memuat point sampai 11, dipoint pertama media dilarang menyiarkan tindakan kepolisian yang arogan, tetapi tayangkanlah kegiatan kepolisian yang tegas dan humanis.

Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers, Arif Zulkifli, mengatakan Jenderal Listyo Sigit itu perlu menjelaskan lebih detail soal telegram tersebut yang diteken oleh Kadiv Humas Polri (selaku atas nama Kapolri) tersebut. Arif menyatakan perlu ada penjelasan lanjutan mengenai apakah telegram tersebut ditujukan kepada humas di lingkungan kepolisian atau tertuju kepada media massa.

“Kapolri dan Humas Mabes Polri harus menjelaskan lebih jauh tentang yang dimaksud dengan telegram ini,” ujar Arif ketika dihubungi detikcom, Selasa (6/4/2021).

“Apakah ini adalah imbauan kepada humas-humas di lingkungan Polri, untuk menjalankan poin-poin 1-11 ini, atau ini adalah perintah kepada kapolda-kapolda agar media-media di lingkungan kapolda tidak menyiarkan,” jelas Arif.

Berikut isi lengkap surat telegram Kapolri:

1. Media dilarang menyiarkan upaya/tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan, diimbau untuk menayangkan kegiatan kepolisian yang tegas namun humanis.

2. Tidak menyajikan rekaman proses interogasi kepolisian dan penyidikan terhadap tersangka tindak pidana.

3. Tidak menayangkan secara terperinci rekonstruksi yang dilakukan oleh kepolisian.

4. Tidak memberitakan secara terperinci reka ulang kejahatan meskipun bersumber dari pejabat kepolisian yang berwenang dan/atau fakta pengadilan.

5. Tidak menayangkan reka ulang pemerkosaan dan/atau kejahatan seksual.

6. Menyamarkan gambar wajah dan identitas korban kejahatan seksual dan keluarganya, serta orang yang diduga pelaku kejahatan seksual dan keluarganya.

7. Menyamarkan gambar wajah dan identitas pelaku, korban dan keluarga pelaku kejahatan yang pelaku maupun korbannya yaitu anak di bawah umur.

8. Tidak menayangkan secara eksplisit dan terperinci adegan dan/atau reka ulang bunuh diri serta menyampaikan identitas pelaku.

9. Tidak menayangkan adegan tawuran atau perkelahian secara detail dan berulang-ulang.

10. Dalam upaya penangkapan pelaku kejahatan agar tidak membawa media, tidak boleh disiarkan secara live, dokumentasi dilakukan oleh personel Polri yang berkompeten.

11. Tidak menampilkan gambaran eksplisit dan terperinci tentang cara membuat dan mengaktifkan bahan peledak.

Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Rusdi Hartono mengatakan, surat telegram Kapolri yang mengatur tentang pelaksanaan liputan dikeluarkan agar kinerja polisi di seluruh kewilayahan makin baik. Telegram dengan nomor ST/750/IV/HUM.3.4.5./2021 itu diteken Sigit pada 5 April 2021, berisikan 11 poin tentang pelaksanaan peliputan bermuatan kekerasan/dan atau kejahatan dalam program siaran jurnalistik. “Pertimbangannya agar kinerja Polri di kewilayahan semakin baik,” kata Rusdi, Selasa (6/4/2021). Rusdi menegaskan, surat telegram itu ditujukan kepada seluruh kapolda untuk jadi perhatian kepala bidang humas.

sumber: kompas.com, detiknews.com


















Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

ArabicEnglishIndonesian