DARI Palapeh Taragak 80an Sampai Pusgawa Kampus UBH

oleh: Yendri Rusli, SPd
PERJALANAN ke Kota Padang sungguh suatu yang menyenangkan. Karena acara yang akan diikuti adalah Mukernas III Alumni Universitas Bung Hatta (UBH) dan acara Palapeh Taragak angkatan 80an. Yang membuat semua itu menyenangkan karena “basobok” dengan senior-senior yang tentu lebih senior dariku.
Sebagai alumni angkatan 94 di UBH walaupun tamatan SMA tahun 93, di SMA 2 Padang, tapi aku kenal semua senior ku, ini dilatar belakangi rumah orang tua yang dekat kampus.
Setibanya, di acara pada tanggal 2/4/2021 di Hotel Pangeran dalam keadaan protokol kesehatan, tentu singgah dulu dirumah orang tua di Ulak Karang, untuk bermaaf dan cipika-cipiki sama mamaku yang sudah uzur berumur 79 tahun.
Lanjut di acara di Hotel Pangeran, tentang Mukernas III Alumni UBH, merupakan acara diadakan sebelum Musyawarah Besar Alumni UBH. Dan tentu pembahasan sampai AD/ART serta norma yang berlaku di Mubes nanti. Acara yang penuh dengan prokes ini yang menarik adalah, pelantikan pengurus yayasan alumni, pelantikan pengurus Koperasi alumni dan pelantikan pengurus pengacara alumni yang langsung dilantik oleh Ketua Umum alumni UBH Ike Agung.

“Alumni sudah punya tanah di jalan Bahari dekat Kampus Ulak Karang. Kita mau membangun gedung alumni tiga tingkat. Dan tentu perlu sokongan dari alumni, baik doa dan semangatnya”, tegas Ike dalam pidatonya.
Di acara Mukernas III ini, yang penuh dengan prokes karena suasana masih Covid 19, pembahasan yang paling tajam adalah tentang suara dan jumlah suara waktu pemilihan ketua Umum. Janganlah kita membayangkan acara ini, seperti rapat perwakilan rakyat, atau rapat KNPI. Itu jauh sekali, karena suasana penuh kekeluargaan, apalagi pemimpin rapat adalah senior dari DPD Jakarta Mairizal pandai pula melenggang-lenggokkan rapat, sehingga tidak tegang. Jadi pada intinya, dalam Mukernas III ini berjalan dengan baik, walaupun banyak instruksinya.
Besoknya adalah acara Palapeh Taragak Angkatan 80-an. Acara yang diadakan di hall Sati Room Hotel Pangeran. Acara yang juga dilaksanakan dengan prokes sungguh menarik. Karena acara Palapeh Taragak, memang acara ini dibuat, tidak tegang, tapi cair penuh kekeluargaan. Paling banyak foto bareng nya, dan diselingi lagu-lagu lawas pada masa lampau dan sekarang masih enak di dengar.
Acara yang dimulai siang, dan diakhiri sore sekitar jam 16.00 Wib sore.
Rombongan DPD Riau yang paling banyak, membuat penanggung jawab rombongan selalu melakukan monitor dengan senior-senior seperti Yendrizal, AMS, Feri Stone, Zukirwan Chan dan tentu ketua kami Jefry Tanjung.

Besok nya, aku mencoba untuk bisa mengingat masa di kampus dulu. Melalui kawan angkatan 2014 Abrar akhirnya bisa juga bertemu dengan pimpinan Redaksi Wawasan Proklamator (WP). Mereka ternyata baru saja selesai mengadakan pelatihan dan penerimaan anggota redaksi yang baru.
Redaksi WP yang terletak di dalam kampus, atau lebih tepatnya di pusgawa (pusat kegiatan mahasiswa) dekat tepi pantai. Tidak ada perubahan sama sekali. Saya tidak tahu apakah pihak rektorat tidak ada perhatian pada kegiatan mahasiswa nya atau tahu tapi tidak mau tahu. Sungguh menjadi pergulatan dimikiranku. Padahal ketika aku masuk di ruang redaksi yang cuma sebesar 3×3 ini sungguh seperti tidak layak. Sebagai universitas swasta nomor satu se-sumatera waktu dimasaku, aku agak menangis melihat hal ini. Tapi adik-adik penerus WP, sangat senang atas kedatangan ku. “Kedatangan Abang menjadi semangat bagi kami untuk bisa bangkit di media kampus mahasiswa ini”, ujar Leonardus Simbolon didampingi Pimpinan Umum Rizal Syahyudi.
Dalam pembicaraan dengan penerus WP, yang cuma sebentar karena aku harus harus berangkat ke Pekanbaru adalah tentang integritas dan kewibawaan media kampus.
Kenapa saya utarakan disini, karena media kampus yang dikelola mahasiswa sangat urgen dalam pembinaan wartawan dimasa depan. Tidak hanya sebagai pabrik media komersial untuk mencari wartawan nya, tapi ini soal pendirian koran kampus (kami dulu menyebutnya), landasan sangat lah menggamangkan. Seharusnya sebuah Universitas yang besar seperti Universitas Bung Hatta, harus cepat berperan untuk mendidik mahasiswa nya dan jangan biarkan mahasiswa nya bodoh. Di dalam pemberitaan tidak hanya terpatri pada 5W 1H. Tapi gaya penulisan dan cara penulisan berita juga harus dilindungi. Pandainya seseorang menulis tapi tidak didukung dengan wadah hukum pers, ini sama saja mendudukkan para jurnalis kampus sebagai humas kampus yang tidak berprofesional. Dan ini bisa saja adik-adik kampus yang gaya penulisan merdeka, merupakan karya jurnalistik bisa kena UU ITE. Padahal wartawan itu dilindungi oleh undang-undang Pers.
Terakhir, saya utarakan agar-agar penerus WP ataupun pengkiat media kampus yang masih mahasiswa, agar selalu sharing pada alumni. Agar korenah dan bekerja di media lebih profesional, dan tidak bisa terkekang dengan hawa kampus saja.