KAPITALISASI SUMBER DAYA MANUSIA
oleh: Prama Widayat
Mahasiswa Program Doktor Manajemen UNRI dan Dosen Universitas Lancang Kuning (alumni UBH Padang)

PERGESERAN paradigma tentang pengelolaan sumber daya manusia terus terjadi dari masa kemasa, dimulai pada zaman perbudakan karena ada tuan dan ada budak. Kondisi ini berlangsung cukup lama dan menyisakan kenangan buruk dalam peradaban manusia, tidak terhitung lagi berapa manusia yang disiksa dan terbunuh karena perbudakan.
Awal mula perbudakan terjadi di Mesopotamia sekitar 3500 tahun sebelum masehi, saat itu bangsa Mesopotamia mulai mengenal teknologi pertanian dan butuh tenaga manusia untuk mengurus lahan pertanian. Hal ini dapat dilihat dari code of Hammurabi sebagai tulisan paling tertua didunia, tulisan ini tertulis pada prasasti batu yang memiliki ukuran 2,25 meter. Seorang budak dijual dipasar dan tenaganya digunakan untuk membangun irigasi, tempat-tempat pemujaan dan kawasan istana, tentunya budak ini dijual berdasarkan kemampuan fisiknya, semakin sehat dan bertenaga maka harganya cukup tinggi.
Tidak hanya di Mesopotamia, kemudian perbudakan berlanjut ke Eropa pada abad kegelapan dan abad pertengahan, dimana perbudakan dijumpai dibanyak tempat seperti masyarakat Cymry di Wales dan Anglo Saxon di Inggris. Bagi mereka membebaskan budak adalah kesalahan besar. Rentang waktu perbudakan diperkirakan tahun 300 hingga 1000 masehi atau lebih kurang 700 tahun lamanya. Perbudakan semakin meluas hingga Irlandia pada abad 11 dan Dublin menjadi pasar budak terbesar di Eropa Barat pada masa itu. Perbudakan ini semakin masif setelah wabah hitam melanda Eropa dan membuat populasi manusia menurun drastis.
Perbudakan ini juga punya aturan karena tidak boleh menjual budak beda agama, berdasarkan persetujuan antara Venesia dan Kekaisaran Carolingian yang tertuang dalam Pactum Lotharii, Venesia berjanji untuk tidak membeli budak dengan agama kristen dan tidak menjual budak beragama kristen pada muslim. Ini disepakati pada 23 Februari 840. Pihak gereja pun melarang untuk mengekspor budak beragama kristen pada daerah non-kristen, misalnya Konsili Koblenz pada tahun 922, Konsili London pada tahun 1102 dan Konsili Armagh pada tahun 1171. Hal ini bertujuan untuk menghargai agama masing-masing agar tidak terjadi kontradiksi.
Hukum Perbudakan
Walaupun perbudakan dianggap tidak manusiawi tetapi peraturan tentang perbudakan diatur oleh hukum romawi. Peraturan ini diatur ulang oleh Justinian I dari Kekaisaran Bizantium menjadi Corpus Iuris Civilis. Hukum Romano-Bizantium mendefinisikan budak yaitu siapa pun yang ibunya adalah seorang budak, Siapa pun yang ditangkap dalam pertempuran dan Siapa pun yang telah menjual dirinya sendiri untuk membayar utang
Sehingga sangat susah menghilangkan predikat budak dari seseorang, walaupun dia sudah tidak lagi menjadi budak termasuk dengan anak keturuannya yang juga akan menanggung gelar budak dimasyarakat. Inilah hukum alam dimasyarakat yang sangat sulit untuk dihilangkan.
Berakhirnya Perbudakan
Betapa buruknya perbudakan dan dampak psikologis yang ditimbulkan selama bertahun-tahun akan melekat dalam ingatan, maka dari itu satu per satu negara didunia meninggalkan perbudakan ini. Tahun 1831 Bolivia dan Brazil menghapuskan perbudakan, menyusul tahun 1832 Yunani juga menghapus perbudakan, kemudian tahun 1834 Prancis juga menghapuskan perbudakan dinegara mereka.
Di tahun 1840, agenda pertama World Anti Slavery Convention bertemu di London, Inggris. Negara lain mulai menyusul, seperti Ekuador yang menghapus perbudakan pada tahun 1851 dan Argentina yang menghapus perbudakan pada tahun 1853. Masih banyak lagi negara yang tidak setuju dan akhirnya mulai menghapus perbudakan di negara mereka. Dari sudut pandang sumber daya manusia juga menganggap perbudakan adalah sebuah penghinaan terhadap manusia karena manusia ditakdirkan lahir dan hidup setara, tidak ada yang lebih baik dari suku, etnis, agama atau ras manapun.
Manusia adalah aset yang tidak bisa disamakan dengan objek lainnya, memanusiakan manusia itulah dasar hak asasi manusia, walaupun perbudakan secara resmi sudah dihapuskan tetapi praktiknya sangat tumbuh subur. Bagaimana perusahaan melakukan eksploitasi manuia dengan dalih membuka lapangan kerja. Kita lihat bagaimana karyawan akan merasa diintimidasi dengan statement “kamu mau kerja atau tidak, kalau mau maka ikuti saran saya, kalau kamu tidak mau maka akan saya pecat”
Kapitalisasi atau Eksploitasi
Jika kita mau jujur melihat nasib sebagian buruh yang jauh dari kata layak untuk kita lihat dari sisi upah, sementara tenaga mereka dilakukan eksploitasi secara tidak berprikemanusiaan. Kita selalu mendengungkan “Aku Pancasila” tetapi diam melihat nasib sesama anak bangsa yang menjadi korban eksploitasi. Contoh nyata tewasnya 4 ABK kapal Indonesia yang ada di Kapal China Long Xing 629, mereka hanya tidur selama 3 jam dalam sehari kemudian istirahat makan juga hanya 10 hingga 15 menit saja. Mereka bekerja dari jam 11 siang sampai jam 4 atau 5 pagi.
Konvensi ILO No. 188 tahun 2007 Mengenai Pekerjaan dalam Penangkapan Ikan, mengatur ABK berhak beristirahat selama 10 jam sehari pada kapal yang tetap di laut selama tiga hari. Sementara di kapal ini mereka kelelahan, keletihan, dan tidak terjaminnya masa istirahat. Belum lagi jika kita pergi kekawasan industri, betapa banyaknya orang-orang yang menggantungkan hidupnya sebagai seorang buruh, mereka rela menjadi Buruh Tenaga Harian Lepas (THL). Mereka bisa kapan saja diputus kontraknya ketika perusahaan tidak membutuhkan nama mereka lagi.
THL menjadi favorit bagi kalangan pengusaha yang tidak ingin membayar pesangon karyawan, sehingga dalam sebuah perusahaan lebih banyak THL daripada karyawan tetap. Dari sisi kemanusiaan ini sangat tidak manusiawi karena pengusaha hanya mencari jalan selamat. Eksploitasi sumber daya manusia ini tidak ada bedanya dengan kapitalisasi sumber daya manusia, dimana manusia dianggap aset yang harus mendatangkan uang, dari case diatas tentang nasib ABK Indonesia diatas yang bekerja dengan waktu hingga 21 jam sehari, maka ini bisa dikatakan terjadinya kapitalisasi sumber daya manusia.
Human Capital Management
Sekarang bukan lagi zamannya eksploitasi maupun kapitalisasi sumber daya manusia tetapi harus lebih pada pendekatan human capital management (HCM). Dimana human capital management merupakan segenap pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan kreativitas yang diwujudkan dalam kemampuan kerja yang dapat digunakan untuk menghasilkan layanan profesional dan nilai ekonomi. Human capital pada prinsipnya menjadi bagian dari manajemen sumber daya manusia, hanya saja pengelolaan dan pengembangan kemampuan manusia sebagai sumber daya lebih berfokus pada peningkatan pengetahuan dan keterampilan yang dapat mendukung pengembangan organisasi atau perusahaan.
Dengan memandang karyawan adalah mitra perusahaan dan bukan lagi untuk di kapitalisasi maupun di eksploitasi apalagi dianggap sebagai budak, maka orientasi bisnis bukan lagi sekedar meraup profit tetapi juga menebarkan manfaat bagi masyarakat. Karena bisnis modern akan senantiasa berubah. Kita perlu apresiasi perusahaan-perusahaan yang sudah menerapkan HCM dalam mengelola manusia, karena HCM adalah bahan bakarnya perusahaan ataupun organisasi. tanpa bahan bakar makan mustahil organisasi ataupun perusahaan itu akan berjalan.
Trend masa depan adalah green human capital maksudnya ketika perusahaan akan melakukan ekspansi bisnis maka harus memikirkan terlebih dahulu, manfaat apa yang bisa diberikan untuk lingkungan dan juga kesejahteraan karyawan. Untuk lebih lanjutnya pembahasan tentang green human capital, akan dibahas pada tulisan berikutnya.