ROCKY GERUNG : ” YANG MUSTI DIREVISI ADALAH ISI KEPALA PRESIDEN…”

RIAUPDATE.COM
17/2/2021
JAKARTA– Pengamat politik Rocky Gerung menilai, Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) selama ini dipakai pemerintah hanya untuk membungkam dan mengendalikan pihak oposisi. Menurut Rocky, sejak awal Presiden telah menunjukan sikap bahwa dirinya tidak sepakat adanya oposisi. “ Jadi poinnya bukan pada UU ITE, tapi pada ada tidaknya oposisi. Kan percuma UU ITE direvisi tapi oposisi tidak diakui oleh pemerintah. Lah, Presiden Jokowi sendiri yang menyebutkan: Negeri ini, demokrasi kita tidak memerlukan oposisi karena kita pancasilais. Jadi cara berfikir Presiden sudah final. Buat dia tidak menghendaki oposisi,” ucap Rocky Gerung dilansir chanel YouTubenya, Selasa (16/2).
Lebih lanjut, Rocky Gerung mengatakan Presiden harus memperbaiki cara dia melangkah dalam track demokrasi. Rocky bilang, Presiden Jokowi, harus menghormati dan mengakui adanya oposisi dalam negara demokrasi. “ Jadi Presiden harus datang dengan pidato baru, bahwa: saya bersalah selama ini bahwa saya menganggap oposis itu buruk. Oleh karena itu saya revisi cara saya berfikir. Bukan UU yang direvisi, tapi cara beliau berfikir tentang demokrasi,” ungkap Rocky. Rocky menilai, Presiden selama ini salah mengartikan demokrasi. Kebijakan Jokowi yang memasukan pihak oposisi di dalam pemerintahannya harus dirubah.
“ Jadi sekali lagi, yang musti direvisi adalah isi kepala Presiden sebagai kepala negara. Karena beliau salah mengartikan demokrasi. Kan selalu mau masukan orang kritis ke dalam kekuasaan, itu yang mestinya direvisi. UU ITE itu sebenarnya bungkus saja dari isi politik yang anti oposisi,” pungkas Rocky Gerung. Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, jika UU ITE tidak memberikan keadilan, maka dirinya berencana untuk merevisi pasal-pasal karet di dalam UU ITE
“Kalau Undang-Undang ITE tidak bisa memberikan rasa keadilan, ya saya akan minta kepada DPR untuk bersama-sama merevisi Undang-Undang ITE ini karena di sinilah hulunya. Terutama menghapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa berbeda-beda yang mudah diinterpretasikan secara sepihak,” kata Jokowi, Senin (15/3). Jokowi menyoroti belakangan ini banyak masyarakat saling membuat laporan dengan menjadikan UU ITE sebagai salah satu rujukan hukumnya. Hal ini sering kali menjadikan proses hukum dianggap kurang memenuhi rasa keadilan. Atas kondisi inilah, Kepala Negara memerintahkan Kapolri beserta seluruh jajarannya untuk lebih selektif dalam menyikapi dan menerima pelaporan yang menjadikan undang-undang tersebut sebagai rujukan hukumnya.
“Pasal-pasal yang bisa menimbulkan multitafsir harus diterjemahkan secara hati-hati. Buat pedoman interpretasi resmi terhadap pasal-pasal Undang-Undang ITE biar jelas,” kata Jokowi. Meski demikian, Jokowi tetap menegaskan komitmen pemerintah untuk menjaga ruang digital Indonesia agar bersih, sehat, beretika, dan produktif melalui implementasi yang sesuai dari undang-undang tersebut. (fin.co.id)
foto : detik.com
